Scroll untuk baca artikel
Top banner Example 325x300
BeritaIndustri

Soal Batal Kerja Sama dengan BASF, Jubir Eramet Tolak Komentar

120
×

Soal Batal Kerja Sama dengan BASF, Jubir Eramet Tolak Komentar

Share this article
Example 468x60

BUMNPOST.COM – Eramet SA, perusahaan tambang asal Prancis, sedang dalam pembicaraan untuk perjanjian pasokan bijih nikel ke smelter high-pressure acid leach (HPAL) yang dioperasikan oleh perusahaan China itu di Kawasan Industri Indonesia Weda Bay, menurut orang yang mengetahui masalah tersebut.

Dikabarkan Eramet tengah menjajaki kerja sama dengan Zhejiang Huayou Cobalt Co. untuk memproduksi baterai berbasis nikel di Indonesia, setelah proyek serupa dengan BASF batal terealisasi.

Example 300x600

Mengutip Bloomberg, Minggu (7/7/2024), Juru bicara Eramet menolak untuk mengomentari pembicaraan tersebut. Dalam pernyataan sebelumnya, Eramet menyatakan bahwa mereka terus mengevaluasi investasi lebih lanjut di Indonesia. Huayou juga tidak segera menanggapi email permintaan komentar terkait hal tersebut.

Baca Juga: Sepanjang 2024, Penggalangan Dana Obligasi Korporasi Tembus Rp63,4 Triliun

Salah satu sumber Bloomberg menyebut, Eramet juga mempertimbangkan untuk mengambil saham di pabrik Huafei yang dikendalikan oleh Huayou, yang merupakan fasilitas HPAL terbesar di dunia.

Langkah ini menggarisbawahi kesulitan yang dihadapi perusahaan-perusahaan Barat dalam menciptakan rantai pasok mineral kritis yang bebas dari pengaruh China.

Bulan lalu, Eramet membatalkan rencana untuk membangun smelter nikel-kobalt yang akan memproduksi bahan baku baterai kendaraan listrik senilai US$2,6 miliar atau setara dengan Rp42,72 triliun (asumsi kurs Rp16.431 per US$), dengan perusahaan asal Jerman, BASF SE di Weda Bay, Halmahera Tengah, Maluku Utara, dengan alasan ketersediaan baterai berbasis nikel yang terus meningkat.

Proyek tersebut akan menjadi satu-satunya fasilitas HPAL di Indonesia dengan pemegang saham dari Barat, yang berpotensi membuatnya memenuhi syarat untuk mendapatkan subsidi yang besar di bawah kebijakan Inflation Reduction Act (IRA) Amerika Serikat (AS).

Adapun, perusahaan-perusahaan China telah mampu membangun smelter HPAL, yang mengolah bijih nikel menjadi bahan baku baterai, jauh lebih cepat dan lebih murah dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan Barat, tetapi juga menghadapi kekhawatiran mengenai bagaimana mereka mengelola limbah tailing yang memiliki risiko kontaminasi yang parah. (bp/dvd)

Example 300250

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *