BUMNPOST.COM – Nilai tukar rupiah dibuka pada perdagangan hari ini, Selasa (26/3/2024) makin melemah ke posisi Rp15.802 di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menuturkan untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah diperkirakan bergerak fluktuatif, tetapi ditutup melemah di rentang Rp15.780-Rp15.850 per dolar AS Terdapat sentimen yang memengaruhi fluktuasi rupiah.
Berdasarkan data Bloomberg pukul 09.05 WIB, mata uang rupiah dibuka melemah 0,02% atau 3 poin ke level Rp15.802 per dolar AS. Sementara itu, indeks mata uang Negeri Paman Sam terkoreksi 0,03% ke posisi 104,18.
Adapun, mata uang Asia yang masih kebal terhadap dolar AS yaitu yen Jepang naik 0,05%, dolar Singapura naik 0,11%, dolar Taiwan menguat 0,04%, won Korea terapresiasi 0,34%, peso Filipina menguat 0,24%, dan ringgit Malaysia menguat 0,11%.
Baca Juga : IHSG Menguat, Mengincar Level Resistan 7.400
Sementara itu, mata uang Asia yang melemah terhadap dolar AS bersama rupiah, yakni yuan China dan baht Thailand masing-masing turun 0,07%, lalu rupee India ambles 0,33%.
Dari luar negeri, sentimen datang dari The Fed yang mempertahankan suku bunga antara 5,25%-5,5% dan memproyeksi terdapat tiga kali pemotongan suku bunga pada akhir tahun.
Kendati demikian, The Fed juga menuturkan tidak akan melakukan pemangkasan suku bunga sampai mereka yakin inflasi akan menurun secara berkelanjutan menuju target 2%.
Ibrahim menuturkan sekitar 84 basis poin pemotongan suku bunga The Fed diperkirakan akan terjadi pada tahun ini, yang jauh lebih rendah dari perkiraan awal tahun, yakni sebesar 160 basis poin.
Dari dalam negeri, Ibrahim menuturkan sentimen datang dari pasar yang terus mengamati surplus neraca dagang Indonesia yang terus menurun beberapa waktu terakhir. Ibrahim mencatat nilai ekspor minus 9,4%. Di sisi lain, impor meningkat hingga 15,8%.
“Walaupun pemerintah senang karena Neraca Dagang Indonesia masih surplus, tetapi tren ekspor masih melemah dalam satu tahun terakhir. Ini yang tidak baik dan merupakan ancaman dari situasi global yang terus memanas sampai saat ini belum ada kejelasan,” ujar Ibrahim dalam riset. (bp/dvd)