Scroll untuk baca artikel
Top banner Example 325x300
Bisnis

BI: Perang Israel VS Hamas Mendorong Kenaikan Harga Energi dan Pangan

100
×

BI: Perang Israel VS Hamas Mendorong Kenaikan Harga Energi dan Pangan

Share this article
Foto kantor BI Pusat
Example 468x60

HFANEWS.COM – Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung menyampaikan bahwa salah satu tantangan yang kembali dihadapi global saat ini yaitu meningkatnya ketidakpastian akibat tensi geopolitik di Timur Tengah.

Menurutnya, hal ini menjadi tantangan bagi otoritas atau para pembuat kebijakan dalam menjaga stabilitas makroekonomi, maupun stabilitas sistem keuangan.

Example 300x600

“Jika kita lihat apa yang terjadi di perekonomian global, tentu kita tidak bisa bernapas dengan lega. Belum selesai kita dihadapkan dengan krisis perang Rusia Ukraina, kita dikejutkan kembali dengan krisis geopolitik di Timur Tengah antara Israel dan Palestina,” katanya dalam acara Peluncuran Buku KSK No. 41, Senin (23/10/2023).

Juda menilai perang antara Israel dan Hamas telah mendorong kenaikan harga energi dan pangan, yang kemudian terus meningkatnya laju inflasi di dunia, termasuk di negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Terkereknya inflasi tersebut, lanjut Judi, harus direspons oleh kebijakan moneter termasuk di AS, yang kemudian mendorong tetap tingginya suku bunga di negara itu, termasuk di global.

Baca Juga: IHSG Diprediksi Berkonsolidasi, Sejumlah Saham Masih Dapat Dicermati Investor

Dengan kondisi itu, dikhawatirkan tingkat suku bunga global akan bertahan pada level yang tinggi dalam waktu yang lebih lama, atau higher for longer.

“Apalagi AS sekarang lagi membutuhkan pendanaan, termasuk untuk perang. Yellen [Menkeu AS] secara eksplisit sudah menyebutkan bahwa dia akan membackup perang yang terjadi baik di Rusia-Ukraina maupun Timur Tengah, sehingga ini membutuhkan pembiayaan politik, pembiayaan keamanan, yang pada akhirnya mendorong kenaikan yield di AS,” jelas Juda.

Situasi ini pun, kata Juda, akan berdampak pada ekonomi domestik. Tercermin dari volatilitas arus modal di dalam negeri dalam 1-2 bulan terakhir, yang juga berdampak pada pelemahan nilai tukar secara global, termasuk rupiah.

“Tadi karena yield AS meningkat, sehingga terjadi strong US dollar, dolarnya menguat sehingga mata uang negara lain baik di negara maju maupun emerging markets termasuk Indonesia mengalami volatilitas yang sangat tinggi,” katanya. (HFAN/Arum)

 

Example 300250

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *